
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, baru-baru ini mengungkapkan dampak dari kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang memindahkan dana sebesar Rp 200 triliun ke perbankan. Dana tersebut merupakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang sebelumnya tersimpan di Bank Indonesia dan ditransfer ke lima bank milik negara sejak pertengahan September 2025.
Perry menjelaskan bahwa tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan likuiditas perekonomian. Dengan langkah ini, diharapkan pertumbuhan jumlah uang beredar dapat terjaga dengan baik, sehingga memberikan dampak positif pada stabilitas sektor keuangan dan perekonomian secara keseluruhan.
Dana yang ditempatkan ini mencakup beberapa bank besar, termasuk PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Ke depan, langkah ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan yang lebih besar lagi dalam sistem keuangan nasional.
Dampak Kebijakan Menteri Keuangan terhadap Likuiditas Perekonomian
Perry menegaskan bahwa kebijakan penempatan dana oleh Purbaya adalah bagian dari strategi untuk mendorong pertumbuhan base money. Data menunjukkan bahwa uang primer yang disesuaikan atau M0 adjusted mengalami pertumbuhan 18,58% pada September 2025, yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya.
Ini menandakan bahwa dengan adanya kebijakan ini, dana yang tersedia untuk sektor usaha dan investasi semakin meningkat. Pertumbuhan ini juga didorong oleh pengurangan Giro Wajib Minimum (GWM) bank sebagai hasil dari kebijakan insentif likuiditas yang diterapkan oleh Bank Indonesia sejauh ini.
Selain itu, M2 yang mencerminkan uang beredar dalam arti luas juga mengalami kenaikan signifikan. Dari 5,46% pada awal tahun, pertumbuhannya mencapai 7,59% pada bulan Agustus 2025. Ini memberikan gambaran optimis mengenai keadaan perekonomian meskipun terdapat tantangan dari sektor kredit.
Perkembangan Suku Bunga dan Pertumbuhan Kredit
Meskipun likuiditas meningkat, kondisi kredit di sektor perbankan masih menunjukkan tantangan. Menurut Perry, suku bunga kredit belum mengalami penurunan yang diharapkan meskipun BI telah menurunkan suku bunga acuannya secara signifikan. Hal ini menghambat pertumbuhan kredit yang ideal.
Data menunjukkan bahwa suku bunga pinjaman dan deposito tidak turun sejalan dengan kebijakan yang diambil. Penurunan suku bunga deposito hanya mencapai 29 bps, sementara suku bunga kredit turun lebih lambat lagi. Dampaknya, meskipun likuditas melimpah, permintaan kredit tetap lemah.
Perry menyebutkan bahwa banyak perusahaan masih menunggu untuk mengambil keputusan. Kebijakan pengoptimalan pembiayaan internal oleh korporasi juga mengindikasikan kekhawatiran yang ada di pasar, sehingga penggunaan fasilitas pinjaman belum optimal.
Strategi Bank Indonesia untuk Meningkatkan Pertumbuhan Kredit
Dari perspektif penawaran, Perry menggarisbawahi bahwa kapasitas pembiayaan bank masih cukup memadai. Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga menunjukkan angka yang positif, memberikan ruang bagi bank untuk meningkatkan pinjaman. Meskipun demikian, perilaku kehati-hatian masih menjadi penghalang di sektor kredit konsumsi dan UMKM.
Kondisi ini berimplikasi pada pertumbuhan kredit modal kerja dan konsumsi yang melambat. Perry menyarankan agar perbankan terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk meningkatkan penyaluran kredit, agar pertumbuhan ekonomi dapat terjaga dengan baik. Sektor potensial seperti investasi masih menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan dengan angka mencapai 15,18% (yoy).
Di satu sisi, jumlah fasilitas pinjaman yang belum dicairkan masih cukup besar. Ini menunjukkan adanya potensi yang belum tergali di pasar kredit, dengan sektor korporasi menjadi segmen utama yang masih menyimpan kredit yang dapat dimanfaatkan.
Menghadapi Tantangan dan Merencanakan Masa Depan Ekonomi
Perry berharap agar ke depan, Bank Indonesia bersama dengan pemerintah dapat lebih sinergis dalam memperbaiki struktur suku bunga dan mendorong pertumbuhan kredit yang berkelanjutan. Dengan demikian, sistem keuangan di Indonesia bisa lebih siap menghadapi tantangan yang ada.
Dalam menghadapi perubahan yang cepat ini, penting bagi semua pihak untuk berkolaborasi demi menciptakan lingkungan investasi yang lebih kondusif. Diharapkan, berbagai langkah dan kebijakan yang diambil dapat menciptakan momentum yang baik untuk pertumbuhan perekonomian di masa mendatang.
Ke depan, koordinasi dan komunikasi antara Bank Indonesia dan pemerintah akan semakin diperkuat untuk memastikan bahwa pertumbuhan kredit dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Hal ini menjadi semakin penting mengingat tantangan yang ada di pasar global yang dapat memengaruhi perekonomian domestik.